Bismillahirrahmaanirahiim..
Akan datang suatu zaman, dimana riba tak dapat dihindari. Masuk ke rumah-rumah, menjadi adat dan dianggap teman dekat.
Ia mampu membuat hati terlelap, mata kian merapat, namun langkah kaki tetap tegap, menuju jalan yang kian gelap.
Tidak ada berkah di sana, apalagi cahaya yang menunjukkan pada solusi terbaik, yang mungkin ditawarkan semesta melalui tangan-tangan dan wajah berhias senyuman, penuh kepalsuan
Benarkah kita berada pada zaman yang demikian? Zaman di mana riba dianggap sebagai teman dekat, mengikat, mencengkeram keuangan dan banyak kepentingan begitu kuat.
Mengapa “Menuju Rumah Tanpa Riba” ditulis?
Jadi, niat awal nulis buku #MRTR ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Atas ilmu yang sudah dipelajari di bangku kuliah, dan banyak kesempatan mengikuti kajian ekonomi syariah. Sekaligus pengingat diri penulis, biar nggak lupa sama apa yang sudah dipelajari. Biar suatu hari saat futur, inget pernah mengikat ilmu lewat tulisan.
Tulisan ini juga salah satu caraku untuk "berbicara".
Karena melihat fakta di masyarakat, sering banget nemui orang ga bisa bedain antara jual beli sama riba. Persis kelakuan orang jahiliyah. Diabadikan tuh kan dalam Q.S. Al Baqarah ayat 275-278. Cek deh.
Nggak sedikit orang yang menganggap remeh urusan riba ini. Padahal termasuk dalam asalah satu dosa besar, loh 😞
Fatwa jumhur ulama jelas menyatakan: Bunga Bank= Riba. Tapi apakah setiap muslim sudah benar-benar "menerima"? Buktinya: TIDAK.
Tetap saja, orang-orang bisa ngerasa tenang punya banyak saldo di bank konvensional yang jelas berbasis bunga (riba)
#soSad
Terus, udah gitu anggapan bank Syariah= bank konvensional bergaung persis tawon baru kehilangan sarangnya. Ngamuk deh kemana-mana.
#Emang Beda?
Duh, makanya belajar dulu, 8 semester+4 semester, biar nggak salah paham.
Eh, ga usah nggak papa. Boros waktu nanti. Baca aja buku "Menuju Rumah Tanpa Riba" ini. Semoga mencerahkan dan mudah dipahami.
Emang udah cetak nih #MRTR?
BELUM.
Makanya, ikut pra pesan dong biar nggak ketinggalan baca.
Apa untungnya punya buku "Menuju Rumah Tanpa Riba"?
Tentu saja, bukan keuntungan finansial secara langsung yang akan didapat. Kecuali bukunya dibeli, terus diresensi. Nah, tulisannya kirim tuh ke media. Terus dibayar sama media. Untung, kan? Minimal dapat ganti uang yang udah buat beli buku.
Tapi lebih dari itu, penulis ingin pembaca mendapat manfaat lebih. Minimal setelah beli dan baca buku ini, pada paham apa itu riba.
Nggak lagi bilang "Ini riba, ini bukan." Tapi pas ditanya, kok bisa? "Nggak tahu. Kayanya gitu." Please, riba itu diputuskan ga pake prasangka, apalagi perasaan.
Nah, kalau sudah tau definisi riba, syaratnya gimana bisa terjadi, dan dampaknya yang NGE-RIBA-nget baik buak kehidupan pribadi, sosial sampai nasional dan tatanan ekonomi dunia, minimal jadi nggak parno sama yang belajar ekonomi Islam.
Nggak perlu lagi nyinyir, "Alah... ekonomi Islam sama konvensional sama aja kan?" Atau yang lebih parah bilang, "Ternyata bank Syariah sama mahalnya dengan bank konvensional."
Hello...udah pernah belajar konsep akad belum? Kalau belum, belajar dulu yuk... baru ngomong lagi.
Oke, terus apa lagi?
Huhuhu...penulis nggak berani jamin nih, buku bakal beredar sampai kapan. Yah, meskipun ditulis dengan maksud dan cara yang baik, diterbitkan dengan benar... siapa sih yang bisa meramal masa depan?
Ada kemungkinan, misal ada pihak yang nggak suka sama isinya terus melarang beredar. Jangan sampai, sih..semoga.
Tapi jadi penulis kudu siap mental, kan? Percaya aja, orang Indonesia baik-baik, mau diajak nurut sama hukum pemilik alam.
Makanya, buruan ikutan beli yuk? Semoga jadi sarana kebaikan ekonomi dan pemahaman kita semua tentang ekonomi islam.
Pembaca Menuju Rumah Tanpa Riba
Percayalah, semakin jarang orang peduli pada riba, semakin berbahaya pula masa depan ekonomi kita. Karena dampak riba tidak hanya menyerang kehidupan pribadi. Tapi juga keluarga, lingkungan, bahkan negara.
Sekarang ini, jarang orang peduli pendapatannya benar-benar halal atau haram. Bahkan dikelola sama lembaga keuangan halal atau haram pun bodo amat. Yang penting "ngerasa" aman. Padahal kalau tiba-tiba dilikuidasi seperti Century, atau di-bailout sama bank sentral, nasabah bisa apa?
Makanya udah, jangan terlalu berharap dampak riba di kehidupan ekonomi dan pribadi itu bakal hilang dari muka bumi. Lha wong bedain mana riba atau bukan juga masih nanya, emang apa bedanya?
Padahal, kalau mau halal juga bisa. Fasilitas tersedia lengkap kok di sekitar kita. Kalau mau dapat harta yang berkah itu gimana, caranya juga gampang.
Tapi nggak. Tetap saja dianggap susah. Bukan karena susah, sebenarnya. Cuma karena belum tau ilmunya.
Jadi, kalian termasuk yang mana?
1. Udah paham bab halal-haram harta dan menerapkannya dalam kehidupan
2. Belum paham dan mau belajar
3. Belum paham dan nggak peduli
Atau termasuk ini:
4. Udah paham dan nggak mau peduli?
Apapun itu, buku "Menuju Rumah Tanpa Riba" tetap layak dimiliki. Bukan cuma karena sedang PO dan harganya murah (banget, kalau dibanding sama buku baru di toko buku). Tapi juga karena apa yang tertulis di dalamnya ini, insya Allah siap membantu mewujudkan sistem keuangan yang menyejahterakan seluruh umat manusia.
Jadi, kalau kalian termasuk golongan 1, buku ini bisa dibeli, dijadikan hadiah buat mereka yang keuangannya masih berantakan.
Kalau masuk golongan 2, bisa dibaca, dipahami, dan dipraktikkan.
Kalau masuk golongan 3, beli aja. Ntar hadiahkan buat mereka yang peduli. Insya Allah, minimal dapat pahala berbagi.
Kalau masuk golongan 4? Wah.. beneran harus beli ini, mah. Karena kalau ketidakpedulian itu dibiarkan, ga dilawan sendiri, bisa jadi sarang setan buat bisikin jadi jahat beneran.
Atau beneran pengen beli tapi belum punya uang? Ya udah pesen dulu aja, bayar ntar kalau udah ada uang. Lebih bagus lagi, kalian ajak temen, keluarga, kerabat, komunitas buat beli buku ini. Semakin banyak yang kalian ajak, ntar bisa dapet buku gratis. Kenapa? Ajakannya berkah, insya Allah keinginan ikut bukunya pun dipermudah.
Pra pesan masih dibuka kok, tinggal isi aja data di sini. Setelahnya pasti dapat konfirmasi tagihan. Buruan, ya… Pra pesan gelombang 1 ditutup hari ini. Besok ganti hari, harga udah beda lagi. Jadi mau pesan sekarang atau besok-besok? Terserah, itu kan pilihan. Hehehe
Wah ... saya termasuk golongan ke-2 ini, Mbak ^
ReplyDeleteYa Allah, golongan empat . . . .
ReplyDelete