RUU Cipta Kerja yang baru disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu menuai reaksi keras dari publik. Meskipun sebagian pengusaha dan pendukung pemerintah tetap mencitrakan kebaikan dampak UU ini untuk Indonesia. Namun pihak yang menolak lebih banyak. Bahkan sebagian pendukung pemerintah pada Pilpres 2018 banyak yang berputar haluan.
Penolakan terhadap UU Cipta Kerja ini bukan tanpa alasan. Banyak pihak melihat beberapa kejanggalan dalam proses pengesahan RUU menjadi UU. Pertama, serapan aspirasi publik yang sangat minim. Meski diklaim sudah melalui uji publik dan roadshow ke berbagai wilayah diIndonesia, saat ini mayoritas masyarakat masih menolaknya.
Berbagai Ormas, aliansi buruh, mahasiswa, hingga akademisi yang sudah mengajukan pencabutan UU Cipta Kerja sejauh ini belum mendapat tanggapan serius dari pemerintah. Entah sampai kapan emerintah akan menanggapi dengan positif kasus ini.
Ketika cukup longgar, saya tertarik untuk membandingkan kedua draft UU Cipta Kerja yang sudah beredar luas di jagat maya. Apakah keduanya berbeda secara signifikan? Anda dapat mengunduh di link berikut ini, baik versi word maupun pdf.
Untuk kedua versi yang tersedia, tampilan draft UU Cipta Kerja ini berbeda. Kalimat yang tidak ada di file 905 halaman dicoret tengah dan berwarna merah pada file pdf. Namun di file word, hanya berwarna merah dengan keterangan komentar di sampingnya.
Beberapa kementerian saat ini mulai mengadakan sosialisasi UU Omnibus Law. Namun yang disoroti bukanlah poin yang sedang dipermasalahkan oleh para serikat kerja dan mahasiswa. Untuk memahami pasal per pasal dengan detil, silakan bandingkan draft UU Cipta kerja dengan UU Tenaga Kerja Tahun 2003. Terutama pada poin: Istirahat atau cuti, melahirkan dan haid, pesangon, dan izin tidak masuk pada pekerja. Maka akan ditemukan perbedaan signifikan pada keduanya.
Post a Comment
Post a Comment