Apa kabar kondisi keuangan saat pandemi? Apakah baik-baik saja? Makin sulit? Atau makin mudah? Apapun kondisinya, semoga Allah swt senantiasa melindungi, mencukupi, memudahkan setiap urusan kita. Sehingga tidak ada utang yang tidak terbayar. Tidak ada sakit kecuali berakhir dengan kesembuhan. Dan tidak ada hati yang lelah berdzikir padaNya.
Pandemi Covid sudah masuk bulan ke -10 di Indonesia. Tak seperti pada masa awal kehadirannya, orang-orang masih berpikir berulang kali jika pergi keluar. Atau menghadiri keramaian. Mau tidak mau, ekonomi harus tumbuh dan berkembang. Kegiatan manusia tidak bisa begitu saja dihentikan dengan kehadiran penyakit yang belum ada obatnya.
Perubahan Pola Hidup
Mau tak mau, keuangan saat pandemi harus berubah. Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pola hidup masyarakat. Pergerakan ekonomi juga harus berubah. Dari yang dulu serba mengandalkan pertemuan, rapat, dan konsumsi, sekarang koordinasi harus bisa dilakukan jarak jauh.
Pendelegasian pekerjaan, penyelesaian tanggung jawab, sebisa mungkin harus membentangkan jarak dari satu insan dengan insan lain. Bahkan sentuhan, yang dulu begitu diagungkan dalam sebuah hubungan, tanpa banyak berpikir soal aturan, kini harus dibatasi keadaan.
Ya, pola hidup manusia berubah. Dari cara mengadapi orang serumah, pola konsumsi, sampai kebiasaan sehari-hari. Mau tak mau, pola ekonomi harus mengikuti. Milenial dituntut menyesuaikan diri lebih cepat dengan keadaan ini. Baik dari pola belajar hingga manajemen diri.
Tapi percayalah, kesempatan inovasi itu tidak akan menyiksa diri. Meskipun faktanya, semakin sulit rasanya mengulang kebiasaan bermain bersama geng kesana-kemari. Biarlah satu pintu tertutup, yang penting kita tidak terpaku sementara banyak pintu kebahagiaan dan kesuksesan lain terbuka luas.
Perubahan Pengelolaan Keuangan Saat Pandemi
Maka inilah mengapa bagian awal tulisan mempertanyakan tentang kabar keuangan saat pandemi. Lalu diikuti harapan, bahwa apapun yang terjadi tidak merenggut kebahagiaan berikut beberapa tips pengelolaan keuangan yang bisa dipraktikkan oleh milenial:
1. Kumpulkan Data Sumber Pendapatan
Dalam pengelolaan keuangan saat pandemi, penting untuk memiliki sumber pendapatan yang jelas. Walaupun besarannya belum jelas, tak masalah. Sehingga jika kira-kira dari sumber yang ada belum mampu menutup kebutuhan pokok, maka otak bisa berputar. Berupaya mencari jalan keluar dengan memperhatikan pintu rezeki lain yang mungkin terbuka lebih luas.
Tak masalah jika (misalnya) saat ini kehilangan pekerjaan. Sedih tentu boleh dan wajar. Tapi jangan biarkan berlarut tanpa penghabisan. Kesedihan akibat kehilangan pekerjaan itu harus segera diubah menjadi peluang mendapat pekerjaan baru.
Ada banyak sektor ekonomi yang harus mengalami kerugian saat gelombang pandemi datang. Mereka tidak mampu memutar roda keuangan saat pandemi. Sehingga karyawan harus jadi korban, bahkan bisnisnya harus gulung tikar. Tapi lihatlah, bukankah ada banyak juga sektor lain yang semakin melejit omsetnya?
Pada prinsipnya, setiap makhluk memiliki “jatah” rezeki masing-masing. Bahkan binatang melata yang tinggal di lubang persembunyian saja dijamin rezekinya oleh Allah (ini jelas tercantum dalam Q.S. Huud: 6). Porsi rezeki setiap makhluk tentu berbeda. Tapi jaminan itu pasti adanya.
2. Buat Skala Prioritas Pengeluaran
Setelah memastikan bahwa ada sumber pendapatan yang masih terbuka dan bisa mengalir, maka selanjutnya perlu membuat skala prioritas keuangan. Dalam teori keuangan saat pandemi, skala prioritas ini wajib diutamakan untuk kepentingan: pangan dan kesehatan. Ingat, sandang tidak terlalu penting selama masih cukup pakaian untuk keperluan sehari-hari.
Mungkin kebutuhan pokok setiap orang, setiap keluarga berbeda. Keluarga kecil misalnya, masih memutuhkan diapers untuk anaknya yang belum berusia satu tahun. Sehari bisa menghabiskan 3-4 diapers. Sementara harga diapers cukup mahal jika dibandingkan pendapatannya. Sedangkan kebutuhan pangan dan gizi anak juga harus dipenuhi. Lalu bagaimana?
Sebagai orang tua milenial, agaknya perlu melakukan inovasi diri dengan kebiasaan baru yang mungkin berbeda dari sebelumnya. Misal soal penggunaan diapers tersebut, mungkinkah diganti bahan lain yang lebih aman dan ramah lingkungan? Popok anti air misalnya. Mungkin awalnya akan sedikit menambah kesibukan. Tapi tak mengapa, namanya juga adaptasi.
Sekali lagi, prioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan pokok pangan dan kesehatan. Karena kesehatan adalah aset penting untuk bertahan melalui masa pandemi ini. Apalagi untuk obat virus yang belum ditemukan, satu-satunya sejata kita adalah daya tahan tubuh. Maka aku, kamu, kita, jangan sakit, ya. Kita harus kuat. Harus sehat.
3. Inovasi
Buat milenial, inovasi keuangan saat pandemi ini penting dan mungkin banget. Coba perhatikan kembai potensi diri. Barangkali ada kemampuan yang bisa dijadikan peluang membuka usaha dan menggerakkan ekonomi dengan cara baru.
Kalau belum bisa buka usaha baru, tetap bisa bantu usaha teman. Jadi reseller atau dropshipper, aman kok secara syariat. Asal akadnya jelas di awal. Nggak ada pihak atau hal yang meragukan atau merugikan. Tetap ada syarat transaksi dianggap halal, ya. Tapi secara umum, ini boleh, sah. Halal. Gasskeun.
Jadi milenial emang nggak bisa cuma anut grubyuk. Alisa ikut-ikutan: jadi karyawan doang, jadi bawahan doang, jadi pesuruh doang. Kalau sementara ini bisanya itu, nggak masalah, yang penting tetap ada keinginan dan niat kuat untuk berkembang, lebih sukses, lebih kaya. Semangatlah wahai pemuda pemudi Indonesia.
4. Investasi Wajib
Ini penting pake banget. Berapapun pendapatan saat ini, sisihkan sebagian untuk investasi. Tidak masalah jika belum bisa investasi properti, logam mulia, atau saham. Tapi investasi tetap wajib. Minimal investai ilmu, para pakar bisnis menyebutnya dengan investasi leher ke atas. Alias bagian kepala.
Caranya? Baca buku, ikuti webinar, pelatihan, yang gratis pun tidak masalah. Toh tetap harus modal kuota dan waktu, serta fokus. Percaya, tak akan ada yang sia-sia dari setiap investasi kebaikan yang kita tanam saat ini. Justru setiap waktu, harus diusahakan untuk investasi kebaikan.
Syukur kalau bis ainvestasi finansial. Mulai aja dulu, dari uang 10 ribu sekarang sudah bisa beli reksadana syariah, kan? Ada banyak platform penyedia layanan ini. Manfaatkan saja. Syukur lagi bisa buka usaha sendiri, mengajak teman atau saudara untuk ikut investasi, berpartisipasi, kerjasama. Ini keren sekali.
5. Perkuat Ibadah dan Doa
Wahai milenial, pengelolaan keuangan saat pendemi ini bukan sekadar soal angka di atas kertas. Tapi juga soal hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Antara keyakinan kita dengan keajaiban-keajaiban yang mungkin terjadi.
Tidak ada satupun alasan yang bisa dibenarkan untuk menjauhi Tuhan dalam situasi ini. Justru hubungan kita denganNya harus diperkuat, dipererat, hingga tak ada sekat. Sungguh, setiap doa yang melangit akan kembali kepada pemohon, dengan versi terbaiknya. Jika tidak saat ini, pasti nanti. Jika tidak di dunia, pasti di akhirat nanti.
Jadi, siap melakukan apa untuk mengelola keuangan saat pandemi ini? Apakah bekal sudah cukup untuk membuka bisnis sendiri? Apakah amunisi untuk bangun tahajjud saat dini hari nanti sudah disiapkan saat ini? Jika belum, boleh lho ikut bisnis jadi reseller Herb House, dengan beberapa produk seperti: Temulawak instan, Kunyit Instan, Jahe Instan, dan Wedang Uwuh yang uwuw.
Ihhh.. bener sekali.. investasi itu wajib ya
ReplyDelete