Memiliki rumah adalah impian setiap keluarga baru. Bagi pasangan muslim, tentu tertarik dengan rumah hunian syariah. Tapi apa sih bedanya dengan yang konvensional? Apakah rumah dengan label syariah itu punya ciri khas? Simak sampai akhir dalam ulasan berikut.
Ciri Rumah Konvensional
Pada umumnya rumah, memiliki ruang-ruang yang sesuai fungsi yang dibutuhkan pemiliknya. Rumah hunian konvensional pada umumnya terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, toilet dan dapur. Kebutuhan lain seperti tempat cuci baju, jemuran, carport, atau taman termasuk optional.
Jumlah kamar tidur, toilet dan luas rumah tentu tergantung kebutuhan dan kemampuan pemiliknya. Misal untuk rumah type 32, hanya ada satu kamar tidur. Tapi untuk rumah type 46 atau yang di atasnya, tentu tergantung permintaan pesanan.
Saat ini ada begitu banyak rumah yang dijual dengan sistem KPR ditawarkan oleh pengembang. Baik melalui bank maupun tanpa bank. Tentu dengan peran bank sebagai perantara pembiayaan atau sistem pembayaran, proses seleksi iDeb SLIK juga perlu dijalani oleh pembeli.
Lalu apa bedanya ciri rumah konvensional yang banyak tersedia atau dihuni saat ini dengan yang syariah? Sub pembahasan berikut ini akan menerangkan lebih detil:
Ciri Khas Rumah Hunian Syariah
Rumah hunian syariah merupakan rumah yang dibangun dan dijual oleh pengembang yang memahami sistem keuangan syariah. Selain sistem keuangan yang dipakai menggunakan sistem syariah, pengembang juga mengedepankan aspek syariah dalam proses pembangunan dan transaksi. Hal ini dirasa penting karena pangsa pasarnya mayoritas adalah muslim.
Lalu apa saja perbedaannya dengan rumah hunian konvensional?
1. Model
Layaknya rumah yang dijual oleh pengembang konvensional, rumah hunian syariah juga bisa mengikuti berbagai model. Mulai dari desain klasik, modern, hingga rumah hunian kayu seperti di Jepang dan saat ini sedang tren di Indonesia.
Rumah hunian syariah juga bisa mengikuti desain rumah tua dengan dinding tebal dan tinggi. Atau seperti rumah pohon dengan bahan material dari penyusun kontainer. Sangat vintage, bukan? Apalagi dilengkapi desain interior sesuai ciri khas pemiliknya.
Namun terlepas dari kesamaannya dengan desain rumah konvensional, rumah hunian syariah memiliki ciri khusus. Karena membidik pemilik yang mayoritas muslim, maka rumah hunian syariah dilengkapi ruangan yang multifungsi sebagai tempat ibadah.
Jika pun tanpa ruangan khusus, rumah seorang muslim harus memungkinkan pemiliknya dapat beribadah secara nyaman di dalam rumah. Rumah hunian syariah juga memungkinkan pemiliknya menjaga kebersihan dan kesucian tempat tinggal. Sehingga kemungkinannya terlalu kecil untuk dilengkapi dengan kandang anjing di halaman atau dalam rumah.
2. Cara Kepemilikan
Selain dari segi model yang memiliki ciri khas, rumah hunian syariah dapat dimiliki dengan cara khusus.
- Membangun Sendiri
Mendirikan rumah dimulai dari membeli tanah, menyiapkan desain, memanggil tukang dan belanja material memiliki sensasi kepuasan tersendiri. Desain bisa minta bantuan arsitek, menyesuaikan dengan lahan yang dimiliki. Ukuran pun menyesuaikan ketersediaan lahan. Sayangnya tidak semua orang memiliki kesempatan seindah ini untuk memiliki rumah.
Namun keterbatasan modal membangun rumah masih bisa diatasi dengan meminjam atau mengajukan pinjaman. Tentu dengan perjanjian mengembalikan utang sesuai waktu yang ditentukan. Di sinilah rawan terjadi penyimpangan. Peminjaman uang melalui bank konvensional lazim disebut sebagai kredit. Secara prinsip syariat, ini tidak bisa dibenarkan.
Mengapa bank konvensional tidak direkomendasikan untuk turut andil dalam pembangunan rumah hunian syariah? Karena basis pinjaman tersebut adalah uang. Secara syariat, pinjaman uang hanya boleh dikembalikan dalam bentuk uang dengan nominal yang sama, setara, setimbang. Tidak boleh ada kelebihan yang disyaratkan meskipun sepeser.
Lalu bolehkah mengajukan pembiayaan melalui Lembaga Keuangan Syariah? Boleh, dengan syarat paham dan bisa menggunakan akad murrabahah. Akad ini merupakan akad jual beli, bukan utang piutang uang. Maka secara prinsip, Lembaga Keuangan Syariah membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Kemudian barang tersebut digunakan untuk membangun rumah.
Contoh sederhana pembiayaan murabahah untuk pembangunan rumah: Lembaga Keuangan Syariah membeli material seperti pasir, semen, batu bata, senilai 10 juta. Kemudian material tersebut dijual kembali kepada nasabah pembiayaan (yang ingin membangun rumah) seharga 13 juta. Nasabah tahu bahwa 3 juta selisihnya adalah keuntungan (margin) yang diambil LKS.
Dalam kasus ini, nasabah pembiayaan wajib membayar cicilan beli material tersebut kepada LKS sesuai jangka waktu yang disepakati. Lembaga Keuangan Syariah atau LKS boleh mengenakan denda kepada nasabah yang pada dasarnya mampu namun membelot. Atau tidak mau memenuhi kewajibannya membayar cicilan. Fatwa DSN MUI mendukung hal ini.
- Beli Rumah
Ada banyak sekali KPR berbasis syariah yang ditawarkan saat ini. Baik langsung oleh pengembang maupun melalui bank atau lembaga keuangan syariah. Ada beberapa perbedaan cara transaksi jual beli menggunakan atau tanpa LKS (bank syariah) ini.
Perbedaan paling mencolok adalah tidak adanya denda dan BI Checking atau yang saat ini disebut iDeb SLIK pada KPR non bank. Para pengembang (developer) menjalankan sistem keuangan dalam transaksi jual belinya sendiri tanpa melibatkan pengawasan bank.
Sejauh ini, banyak developer mampu bertahan tanpa bank dan tetap mampu meminimalisir risiko yang mungkin muncul. Di sisi lain, bank syariah masih bisa menawarkan KPR berbasis syariah. Beberapa bank syariah juga sudah menghapus unsur denda dalam pembiayaannya. Namun rasanya sulit untuk mereka menghapus sitem iDeb SLIK.
Membeli atau membangun rumah sama-sama pilihan yang baik. Asal semuanya dilandaskan dengan tujuan mencari keberkahan dalam rumah yang ingin dimiliki nanti. Maka proses kepemilikan rumah hunian syariah hendaknya dimulai dengan cara yang benar lagi halal. Karena rumah, bukan sekadar tempat singgah. Tapi juga tempat kembalinya hati setiap kali merasa lelah.
Post a Comment
Post a Comment