Hampir tidak ada orang di dunia ini yang tidak memiliki utang. Karena utang, orang bisa lebih semangat mencari penghasilan. Semangat untuk mengembalikan pinjaman, merupakan semangat dalam bentuk positif. Sehingga meskipun tidak ada gerakan untuk membudidayakan utang, tradisi ini begitu melekat di kehidupan sosial masyarakat.
Sayangnya, tidak sedikit utang haram beredar di masyarakat. Yaitu utang berbasis bunga atau riba. Sehingga bukan keberkahan dalam ekonomi dan seluruh sisi kehidupan yang terlibat, tapi juga sistem ekonomi secara keseluruhan.
Adanya budaya utang haram yang begitu mengakar kuat membuat para ekonom muslim mencoba menawarkan sistem keuangan berbasis syariah. Sehingga masyarakat akan memiliki pilihan utang yang bersumber dan ditransaksikan dengan cara halal.
Pengertian Utang
Utang yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pinjaman berupa uang atau harta benda berharga, yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Biasanya pengembalian ini disepakati dalam jangka waktu tertentu. Pinjaman yang tidak harus dikembalikan disebut sebagai pemberian. Jika ada kelebihan yang disyaratkan oleh pemberi utang ketika mengembalikan, disebut bunga.
Lazimnya bunga diberlakukan oleh bank konvensional. Segala bentuk kredit di bank konvensional menuntut adanya bunga yang harus dibayar oleh nasabah kredit. Namun di masyarakat, tidak hanya bank konvensional yang mengenakan bunga dalam pinjaman. Rentenir atau bank utang harian yang banyak berkeliling di lingkungan masyarakat juga menerapkan sistem serupa.
Kriteria Utang Haram
Utang haram adalah utang yang tidak diperbolehkan secara syariat untuk ditransaksikan. Pada dasarnya Islam tidak melarang transaksi utang-piutang. Karena Islam adalah agama samawi sekaligus sangat manusiawi. Kehidupan sosial, gaya hidup, kebutuhan, takdir dan kemampuan memperoleh rezeki yang berbeda tentu membedakan kadar perolehan masing-masing.
Adakalanya kebutuhan belum tercukupi namun sumber daya terbatas, sehingga membutuhkan utang untuk memenuhinya. Adakalanya, demi gaya hidup rela mencari utangan agar bisa tampil sesuai keinginan. Lalu bagaimana kita tahu bahwa utang tersebut haram?
1. Perhatikan perjanjian
Perjanjian adalah ikatan, dasar hukum yang menjadi alasan terjadinya transaksi berikutnya. Utang yang haram dalam perjanjiannya meminta pengembalian lebih. Maka ketika pemberi pinjaman memberi utang dengan syarat penerima utang harus berjanji mengembalikan utang dalam jumlah lebih dari nominal utang, maka ini termasuk utang haram. Baik kelebihan tersebut dalam bentuk nominal, atau imbal jasa lain.
2. Perhatikan sistem denda
Utang biasanya memiliki jangka waktu tertentu. Ketika tiba saatnya harus mengembalikan, maka penerima utang wajib mengembalikan sesuai jumlah utangnya. Jika terjadi sesuatu yang menghalangi peminjam untuk mengembalikan utangya tepat waktu, maka sebaiknya mengabarkan kepada pemberi pinjaman.
Tentu pemberi pinjaman dapat memahami jika memang kesulitan tersebut tidak dapat dihindari. Namun jika pemberi utang kemudian meminta denda atas keterlambatan tersebut, ini tidak dapat dibenarkan secara syariat.
Fatwa DSN MUI dan kebanyakan ulama berpendapat bahwa denda atas keterlambatan pengembalian utang hanya boleh dikenakan dengan syarat. Tidak semua keterlambatan utang dapat dikenakan denda. Syarat denda boleh diambil adalah jika peminjam sebenarnya mampu tapi enggan mengembalikan utang. Maka denda dapat dikenakan untuk memberi efek jera.
Meski demikian, denda di lembaga keuangan syariah tidak dapat diakui sebagai pendapatan halal. Denda hanya bisa masuk dalam pos pendapatan non halal. Yang akhirnya seteah terkumpul dapat diberikan kepada proyek sosial.
Kriteria Utang Halal
Mungkin Anda, atau kita pernah berada dalam posisi sebagai peminjam. Apa saja yang perlu diperhatikan agar utang yang kita cari dan dapatkan masuk dalam kriteria utang halal?
1. Tentukan Tujuan Utang
Utang untuk konsumsi berbeda dengan utang untuk investasi. Dalam utang untuk kebutuhan konsumsi, tidak diperkenankan adanya pengembalian lebih yang disyaratkan di awal perjanjian. Misal utang untuk kebutuhan makan, beras 1 kg maka ketika mengembalikan tetap beras 1kg.
Sebaiknya hindari perubahan bentuk utang, misal dari uang ke barang, atau sebaliknya. Karena nilai uang dan barang bisa jadi sangat berbeda dari waktu ke waktu.
Sedangkan utang untuk investasi, boleh disyaratkan pengembalian lebih sesuai dengan akadnya. Misal menggunakan akad kerjasama usaha, dalam istilah keuangan tersedia akad mudharabah dan musyarakah. Atau bisa juga pembagian keuntungan dalam investasi jual beli barang modal.
Maka pembagian keuntungan dari hasil usaha selama jangka waktu tertentu diperbolehkan. Misal porsi keuntungan dibagi 60:40 persen kepada setiap pihak. Dalam kasus jual beli, pemberi pinjaman membeli barang yang diinginkan oleh peminjam dan mengambil margin (keuntungan) karena barang tersebut dijual lagi (secara kredit) kepada peminjam.
2. Beri Kelebihan Pengembalian
Rasulullah saw pernah menyarankan para sahabat yang meminjam unta usia 1 tahun untuk mengembalikan dalam bentuk unta usia 2 tahun. Secara kasat mata, perbedaan usia unta tersebut tentu membuat nilainya berbeda. Tapi kelebihan ini diperbolehkan oleh Rasulullah saw sebagai adab, bukan sebagai syarat. Karena pemberi pinjaman tidak meminta kelebihan pengembalian tersebut.
Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw juga suka memberi contoh untuk membayar utang “lebih baik” dari pinjaman yang sudah diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kelebihan pengembalian yang tidak dipersyaratkan di awal perjanjian adalah diperbolehkan. Justru dianjurkan sebagai salah satu bentuk sunnah.
Sumber Utang Halal
Lalu bagaimana mendapatkan utang halal yang bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah? Ada begitu banyak jalan keluar, yang jika semuanya terbuka, pasti kita harus selektif memilihnya. Untuk mempermudah seleksi sumber utang halal yang patut diprioritaskan, berikut daftarnya:
1. Keluarga
Setelah mengetahui nominal utang yang dibutuhkan dan tujuan yang jelas, kita bis ameminjam kepada keluarga yang mampu. Ada keluarga yang tidak memperhitungkan detil pinjaman. Tapi ada juga mereka yang enggan karena khawatir uangnya tidak kembali.
Maka dengan memastikan bahwa kita akan mampu bertanggung jawab mengembalikan pinjaman, meyakinkan keluarga tentu bukan pekerjaan sulit. Jika pun, keluarga bukan tidak mau, tapi tidak mampu memberi pinjaman yang kita butuhkan, maka saatnya mengetuk pintu lainnya.
2. Kerabat atau Teman Dekat
Setelah keluarga atau saudara, pihak kedua yang layak menjadi pertimbangan ketika mencari sumber utang halal adalah kerabat atau teman dekat. Mereka yang megenal kita dengan baik otomatis bisa percaya dan tidak segan membantu.
Namun untuk memperoleh kepercayaan mereka tentu butuh track record yang baik. Seorang pembohong tentu sulit dipercaya bisa mengembalikan utang sesuai janji. Maka untuk mendapat kepercayaan teman dekat atau kerabat, kita harus bsia menjadi partner yang baik untuk mereka.
3. Lembaga Keuangan Syariah
Solusi alternatif ini bisa dipergunakan jika kedua sumber utama sebelumnya tidak berhasil. Sebagai pihak yang mengajukan pembiayaan atau disebut sebagai nasabah pembiayaan, kita perlu tahu dan cermati produk pembiayaan apa saja yang tersedia di LKS (Lembaga Keuangan Syariah).
Pada umumnya LKS di Indonesia menyediakan tiga produk utama untuk pembiayaan: jual beli, sewa dan investasi. Produk pembiayaan jual beli bisa menggunakan pilihan akad: Murabahah, Salam, dan Istishna’. Akad sewa biasa disebut sebagai ijarah. Sedangkan akad investasi biasanya tersedia akad mudharabah dan musyarakah.
Tidak menutup kemungkinan LKS menyediakan produk dengan multiakad, yaitu gabungan akad sekaligus. Seperti akad Ijarah Muntahiya bi Tamlik atau IMBT. Yaitu akad sewa yang berakhir dengan pemindahan kepemilikan. Pemindahan kepemilikan dapat dilakukan dengan cara jual beli atau hibah, tergantung akad yang tersedia dan disepakati.
Banyaknya alternatif utang halal baik melalui jalur pribadi maupun lembaga memungkinkan setiap muslim mendapat akses yang benar dalam berutang. Jangan sampai utang menjerumuskan kita dalam transaksi haram, yang akhirnya menghilangkan berkah dan mendatangkan musibah.
Post a Comment
Post a Comment