Ada beberapa pengertian kredit yang dipahami masyarakat luas, sebenarnya. Istilah kredit sering digunakan sebagai pinjaman yang cair dari lembaga keuangan konvensional. Selebihnya, kata ini digunakan di galeri otomotif, atau perumahan yang banyak mendapat tawaran pedagang eceran. “Bayarnya kredit boleh, ya?” Dengan suara khas emak-emak komplek.
Sejak industri keuangan syariah semakin
berkembang dan dikenal luas, muncul istilah pembiayaan yang mulai familiar di
masyarakat. Istilah pembiayaan digunakan untuk membedakannya dengan istilah
kredit di bank konvensional. Pembiayaan di lembaga keuangan syariah bsia
berarti pinjaman, atau persetujuan atas pengajuan produk penyaluran dana.
Kredit di Bank Konvensional
Bank konvensional adalah lembaga yang
menerapkan sistem bunga di hampir semua pilihan transaksinya, kecuali fee atau imbal jasa untuk beberapa
produk. Nasabah memiliki banyak pilihan produk baik di sisi pendanaan seperti
tabungan, giro atau deposito maupun di sisi penyaluran dana.
Di sisi pendanaan, bank konvensional menawarkan
bunga untuk menarik para pemilik dana agar menyimpan atau investasi di bank.
Pada sisi penyaluran dana, bank konvesional menawarkan kredit dengan berbagai
pilihan program dan tingkat suku bunga berbeda.
Misalnya KUR yang ditawarkan kepada pengusaha
kecil dan petani dengan bunga rendah bahkan 0%. Sementara untuk KPR, ditetapkan
bunga sekitar 15%/tahun. Kredit atas mobil, bisa dikenakan bunga 12% per tahun,
atau tergantung masa promo.
Kredit di bank konvensional menganut sistem
bunga yang berarti produk apapun, memiliki perhitungan bunga atas pokok
pinjaman. Baik bunga itu dihitung secara flat atau majemuk, dasarnya adalah
besar pinjaman. Sistem inilah yang oleh para ulama dianggap sama dengan riba.
Maka siapapun yang terlibat dalam sistem riba, termasuk dalam pihak pendukung.
Pembiayaan di Bank Syariah
Apa bedanya kredit bank konvensional dengan
pembiayaan di bank syariah? Secara prinsip, pembiayaan merupakan program penyaluran
dana di lembaga keuangan syariah. Sama seperti kredit bank konvensional, bank
syariah juga harus “mempekerjakan” uang agar “menghasilkan”.
Halah, berarti kan
sama aja bank konvensional dan bank syariah?
Waduh, tidak sesederhana itu kesimpulannya. Poin
pentingnya adalah, perbedaan istilah ini berpengaruh pada banyak konsekuensi.
Sama seperti perbedaan hubungan lawan jenis dalam zina dan nikah, Cuma beda istilah, kan? Atau perbedaan
istilah mencuri dan meminta, sama-sama
mengambil barang yang “awalnya” bukan miliknya, kan?
Ya, satunya dilarang dan membuat status
kepemilikan atas sesuatu itu menjadi haram, satunya lagi dianjurkan dan
dihalalkan. Perbedaan istilah juga bisa membawa dampa pada berkah, dan akibat
panjang setelahnya. Apa jadinya status anak hasil hubungan zina? Illegal, tidak
jelas nasabnya, tampak hina di masyarakat. Sementara anak hasil pernikahan
mendapat legalitas jelas dari negara dan agama.
Begitu juga dengan riba dan bukan riba.
Sayangnya, masyarakat kita belum terbiasa menganggap riba adalah barang haram,
hina, menjijikkan. Padahal sama derajatnya dengan zina, sihir, syirik, berkata
dusta, dan dosa besar lainnya. Kenapa demikian, ya? Apa karena riba sudah
terlanjur mendarah daging? Na’udzubillahi
min dzalik.
Lalu secara praktis, apa beda pembiayaan dengan
kredit bank konvensional? Begini, dalam pembiayaan di bank syariah, ada yang
namanya akad, kesepakatan, perjanjian, semacam MoU yang jelas. Pengajuan
pinjaman itu akan digunakan untuk apa? Apakah kepentingan yang bersifat
konsumtif atau produktif? Hendak menjalankan usaha atau membeli mobil untuk
sekadar jalan-jalan dan pulang kampung?
Eh, sampai sedetil itu? Ya, karena pilihan akad
ini banyak. Pembiayaan untuk membeli mobil berbeda dengan perhitungan biaya
untuk memodali cabag usaha baru. Anda bisa memiih akad murabahah untuk membeli
mobil, dan menggunakan akad musyarakah atau mudharabah untuk membiayai ekspansi
usaha. Ribet, ya?
Urusan muamalah ini sebenarnya sederhana.
Karena pada prinsipnya semua boleh, kecuali yang dilarang. Maka fokus saja
belajar tentang apa-apa yang dilarang. Setelahnya akan udah menilai dan
memahami, mana yang boleh atau bagaimana agar tujuan tetap tercapai sesuai
dengan prinsip syariah.
Maka sebagai muslim, mudah saja untuk memahami
perbedaan kredit di bank konvensional dan pembiayaan di bank syariah, lalu
memilih mana yang harus diambil. Pilihan ini bukan lagi tentang mahal atau
murah, karena standarnya relatif. Bukankah setiap memilih sesuatu, standar
utama dan pertama setiap muslim adalah status halal dan haram?
Iya kak, semoga semakin banyak orang yang paham mana yang halal dan haram.. dan menjalani hidup lebih berkah dengan mengikuti sesuai syariat Islam..
ReplyDeleteIntinya kayak orang pacaran sama nikah ya kak... Beda di akad, beda kehalalannya *eh
ReplyDelete