Hijrah finansial adalah kewajiban bagi setiap muslim yang masih menyimpan rekening bank konvensional, serta belum membedakan sumber pendapatan dan belanja halal atau haram. Ya, karena bagi muslim, halal adalah jalah hidup, bukan sekadar pilihan.
Kita hidup di zaman salah satu
hadits Rasulullah saw yang tercatat dalam kitab Shahihi Bukhari
nomor 1918 berikut terasa begitu nyata:
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Maqbariy dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram".
Coba periksa kembali kehidupan shari-hari kita, adakah
makanan yang tidak jelas sumbernya halal atau haram? Atau biaya pendidikan yang
dibayarkan untuk anak-anak, dari manakah asalnya? Barang-barang yang ada di
rumah, apakah ada hadiah, dibeli dengan hasil kerja, atau hasil suap kolega
untuk kepentingan tertentu?
Semakin tidak jelas sumber dan arah belanja harta yang
ada di genggaman kita, semakin penting pula menguasai dan mempraktikkan hijrah
finansial dalam kehidupan. Tidak peduli Anda seorang pegawai, pejabat, pelajar,
atau siapapun. Selama mengaku muslim, maka halal adalah prinsip dan haram harus
dihindari.
Baca juga: Judi dalam lomba berhadiah
Seberapa Penting Tren Label Halal dan Syariah?
Halal dalam harta dan segala yang dikonsumsi atau
digunakan, merupakan pintu keberkahan dalam hidup. Sebaliknya, segala sesuatu
yang berasal dari sumber haram, dibelanjakan dengan cara yang salah, maka
dengan mudah bisa mendatangkan musibah.
Mungkin sebagian besar umat Islam mulai aware dengan adanya istilah: makanan dan
minuman halal (terutama ketika berkunjung ke negeri yang muslimnya minoritas). Tidak
hanya makanan, tapi juga pariwisata halal, hotel syariah, asuransi syariah,
bank syariah, dan label halal atau syariah yang disematkan pada banyak hal
lain. Seberapa penting sebenarnya label ini?
Label halal pada produk apapun, baik barang atau jasa
akan sangat membantu setiap muslim untuk merasa aman ketika menggunakannya.
Makanan dan minuman halal, berarti aman dikonsumsi. Pariwisata halal, berarti
aman dikunjungi. Hotel atau penginapan syariah, berarti aman dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Begitu juga dengan lembaga keuangan berlabel syariah,
berarti aman karena secara sistem sudah berusaha menghindari riba. Label halal
sangat membantu setiap muslim untuk menghindarkannya dari yang haram. Maka
label ini menjadi penting dalam setiap keadaan, apalagi di tengah zaman yang
serba tidak jelas dan sulit mencari yang benar-benar halal.
Urusan keuangan merupakan pusat dari kegiatan
muamalah. Hampir setiap transaksi, kebutuhan, dan kewajiban selalu melibatkan
uang dan segala sistem pendukungnya untuk terus berjalan. Maka wajar, ketika hijrah
finansial menjadi pokok bahasan dalam urusan muamalah di antara umat Islam.
Justru jika ada muslim yang belum familiar dengan hijrah di bidang keuangan,
berarti perlu belajar lebih banyak.
Baca juga: Mengelola dana non halal
Langkah Untuk Memulai Hijrah Finansial
Setelah memahami betapa penting hijrah finansial,
saatnya mulai mempelajari dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Karena ilmu tanpa amal, hanya seperti pohon yang tidak berbuah
atau berbunga, sehingga tidak ada manfaatnya. Berikut beberapa langkah praktis
untuk memulai hijrah di bidang keuangan.
1.
Samakan
Persepsi Tentang Hijrah Finansial
Sejatinya hijrah adalah berpindah. Istilah ini mulai
familiar setelah digunakan sebagai penanda tahun Islam, saat Rasulullah saw
berpindah dari Makkah ke Madinah demi misi dakwah. Dalam konteks yang lebih
luas, hijrah bisa berarti perpindahan dari pekerjaan yang haram kepada
pekerjaan yang halal, dari pakaian yang terbuka menuju tutup aurat, hingga
perpindahan perkara ibadah dan muamalah.
Hijrah dalam ibadah berarti menata niat dan hati agar
lebih ikhlas, khusyu’, sungguh-sungguh setiap kali melakukan sholat, puasa,
zakat, sedekah, dan rangkaian ibadah lain. Sementara hijrah finansial berarti
mengubah kebiasaan pengelolaan keuangan yang sembarangan menuju pengelolaan
keuangan yang sesuai dengan tuntunanNya, agar harta dan seluruh dampak hidup
yang ditimbulkan menjadi berkah.
Harta dan hidup yang berkah secara otomatis
menimbulkan ketenangan jiwa, kejelasan pikir, dan manfaat yang lebih luas. Dari
sisi untung-rugi, tentu harta yang berkah mendatangkan pahala yang jauh lebih
banyak daripada harta yang tidak jelas atau haram. Karena yang haram justru
berpotensi mendatangkan musibah.
Baca juga: Riba di bank syariah?
2.
Luruskan
Niat
Ketika sudah merencanakan untuk hijrah finansial,
seringkali timbul rasa khawatir akan masa depan keuangan yang belum jelas.
Misalnya, “Nanti kalau nggak kerja di sini (meksipun harus buka aurat), mau
makan apa? Cicilan dibayar pakai apa? Atau, sekolah anak pakai uang dari mana?”
seolah Allah ta’ala tidak punya cara lain untuk memberi rezeki.
Ketika kita sudah menyadari bahwa ada yang salah dalam
pola pengelolaan keuangan dan ingin memperbaikinya agar sesuai dengan
tuntunanNya, maka syetan akan gencar menggoda. Akan hadir pikiran-pikiran
negatif yang bermaksud menunda atau mengurungkannya. Dalam kondisi ini, Anda
akan dihadapkan pada pilihan untuk meneruskan niat hijrah, atau
menggagalkannya.
3.
Buat
Perencanaan Keuangan
Niat yang lurus tidak akan berarti apa-apa tanpa
perencanaan yang baik. Karena rencana adalah bagian utama dari eksekusi, dalam
hal apapun. Segala sesuatu yang dilaksanaan tanpa rencana akan dengan sangat
mudah menjadi ambyar, tidak jelas, dan hasilnya sulit menjadi maksimal.
Perencanaan keuangan untuk memulai hijrah finansial bisa
dimulai dari identifikasi sumber pendapatan dan pengeluaran rutin. Analisa
kembali sumber yang sudah menjadi pendapatan pokok, adakah yang perlu
dieliminasi karena ketidakjelasan hukumnya? Jika ada, upayakan untuk
memperbesar sumber pendapatan lain agar bisa menjadi subtitusi pada pos yang
harus dieliminasi tersebut.
Misalnya, dari beberapa sumber pendapapatan rutin,
salah satunya berasal dari dividen saham (trading).
Setelah diteliti, saham tersebut ternyata tidak masuk dalam daftar efek syariah
(DES), karena memiliki pokok usaha makanan haram. Secara otomatis, pendapatan
dari dividen ini tidak bisa dianggap halal. Maka solusinya adalah pindahkan
investasi saham tersebut ke saham lain yang jelas halal.
Contoh lain, ada pendapatan yang tidak rutin tetapi
tidak jelas halal atau haram, seperti pemberian klien yang menjalin kerjasama
dengan instansi tempat bekerja. Secara professional, tidak ada aturan yang
mengharuskannya memberi “upah” kepada Anda, tetapi klien tersebut terindikasi
ingin menjaga hubungan baik agar kerjasama tetap berlanjut tanpa banyak
pertimbangan.
Pendapatan dari sumber yang tidak jelas halal atau
haram seperti ini sebaiknya dihindari, karena apa yang meragukan cenderung mudah
mendekatkan pada syubhat. Perkara semacam ini dapat menimbulkan ketidakjelasan
dalam banyak urusan lain.
Selain mengidentifikasi sumber pendapatan, proses
hijrah finansial juga harus dimulai dari identifikasi pengeluaran.
Pertanggungjawaban harta adalah pada sumber, juga pada penyalurannya.
Pendapatan yang halal tapi disalurkan pada yang haram, maka tidak bisa
dibenarkan secara syariat.
Oleh karena itu, segera teliti pengeluaran yang rutin
terjadi selama ini. Adakah anggaran khusus untuk membeli rokok yang sudah
difatwa haram oleh para ulama? Adakah alokasi untuk konsumsi sekadar cukup
memenuhi kebutuhan, atau termasuk boros karena sering menghamburkan makanan?
Baca juga: Publikasi ganda swaplagiarism
4.
Reward and Punishment
Kejelasan rencana untuk melakukan hijrah finansial
adalah pijakan yang baik untuk mengeksekusinya. Akan tetapi seperti halnya
usaha perbaikan di bidang apapun, selalu ada kendala yang harus di hadapi.
Mulai dari rasa bosan, kebutuhan mendesak, dan sebagainya.
Adanya reward&punishment
akan membuat tingkat disiplin untuk merealisasikan rencana tersebut
berjalan lancar. Beri penghargaan pada diri sendiri ketika berhasil
mengeliminasi pendapatan haram dan menggantikannya cukup dengan yang halal.
Ketika target tidak tercapai, beri punishment
yang mendidik pada diri sendiri. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran
favorit.
Beberapa langkah praktis di atas akan mempermudah
proses hijrah finansial, memberi rasa cukup dengan yang ada, dan semoga menjadi
pintu berkah sehingga lebih banyak manfaat yang dirasakan. Dalam masalah harta,
kaya atau miskin bukanlah segalanya, tetapi rasa cukup dalam hati akan menjadi
nahkoda ketika harus menghadapi berbagai macam godaan dunia.
Next: perencanaan keuangan dalam proses hijrah
finansial
Terima kasih, sangat bermanfaat...
ReplyDeletemenarik nih tentang reward dan punishment untuk diri sendiri. biar komitmen dan konsisten yaa
ReplyDeleteMengatur keuangan memang susah-gampang, butuh komitmen, dan selalu ingat untuk menghindari yang haram. Terima kasih sudah mengingatkan melalui tulisan ini.
ReplyDeleteAlhamdulillah saya belajar bertahap untuk berhijrah dalam hal finansial, termasuk dalam perencanaan keuangan. Terima kasih Kak Kifa untuk tips langkah-langkah memulai hijrahnya
ReplyDeleteHijrah finansial memang satu hal yang butuh niatan yang sangat kuat untuk memulainya. Ibaratnya pahit-pahitan dulu lah rasanya. Tapi setelah itu akan sangat manis hasilnya. Thanks sharingnya kak.
ReplyDeletenice info. aku juga mulai belajar tentang financial planning untuk keluarga
ReplyDeleteHarus niat ya biar bisa konsisten. Mantap artikelnya.
ReplyDeleteMasyaAllah tulisannya, pengingat benar untuk menjaga kita semua selamat dunia akhirat. Terima kasih pencerahannya mbaa
ReplyDelete