Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, infrastruktur berarti prasarana. Pengertian lebih luas mengenai prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan sebagainya). Wujud prasarana berupa jalan raya, gedung, jembatan, proyek jalan tol, dan sebagainya.
Sebagian besar infrastruktur yang berkaitan dengan fasilitas
publik di Indonesia adalah milik pemerintah. Dengan kata lain, biaya
pembangunan berasal dari dana APBN atau APBD. Seiring berjalannya waktu,
kebutuhan akan infrastruktur terus meningkat sementara kemampuan pemerintah
mengelola keuangan negara tidak mampu menutupi semua kebutuhan pembangunan
tersebut.
Menurut pusdiklat SDA dan konstruksi, pola pendanaan untuk
pembangunan infrastruktur dapat berasal dari pemerintah baik pusat maupun
daerah, BUMN atau BUMD, Kerjasama pemerintah dan swasta, kerjasama pemerintah
dengan badan usaha, atau pendanaan dari investasi non anggaran pemerintah yang
berarti sepenuhnya dikelola swasta.
Pada poin pembiayaan yang pendanaannya berasal dari
pemerintah, ada dana APBN, APBD, atau melalui skema SBSN. Skema SBSN atau Surat
Berharga Syariah Nasional merupakan nama lain dari sukuk negara. Hal ini
menunjukkan bahwa saat ini infrastruktur di Indonesia memungkinkan untuk
dibangun menggunakan skema pembiayaan system syariah.
Pembangunan Infrastruktur Berbasis Syariah Vs Konvensional
Apa bedanya ketika sebuah infrastruktur dibangun menggunakan
skema syariah atau konvensional? Bukankah infrastruktur dapat sama-sama berdiri
sesuai dengan rencana desain dan anggaran yang ditetapkan? Apakah ada kerugian
atau keuntungan jika memilih salah satu skema tersebut?
Secara kasat mata tidak ada perbedaan hasil jadi
infrastruktur yang dibangun dengan skema pembiayaan apapun. Baik menggunakan
APBN, APBD atau skema lain. Karena pembangunan secara fisik tergantung pada
teknisi dan pengembang yang menjalankan proyek tersebut.
Akan tetapi dari sisi hukum syariah, tentu ada perbedaan tak
kasat mata yang melekat pada masing-masing skema pembiayaan. Pada pembiayaan
infrastruktur berbasis konvensional, pemilik proyek tidak perlu
mempertimbangkan aspek halal/haram sumber dana yang digunakan dan tujuan
pembuatan proyek tersebut.
Sementara pembangunan infrastruktur berbasis syariah tidak
hanya mempertimbangkan aspek halal dan haram sumber dana yang digunakan, tapi
juga hanya bisa membangun proyek dengan tujuan yang sesuai atau tidak
menyimpang dari aspek syariah.
Misalnya pembangunan untuk diskotik, tempat judi, atau tempat
maksiat, jelas tidak dibenarkan untuk dibangun menggunakan skema pembiayaan
berbasis syariah. Karena sesuai dengan maqashid syari’ah, penggunaan
system keuangan berbasis syariah adalah untuk menyebarluaskan kebaikan dan
manfaat, bukan untuk merusak tatanan hidup manusia.
Skema pembiayaan menjadi perhatian penting apakah berbasis
syariah atau konvensional, karena berhubungan dengan kewajiban di masa depan
yang harus diselesaikan. Pembiayaan infrastruktur berbasis konvensional tentu
tidak peduli pada riba dan sumber haram lainnya, yang tentu berpotensi
melanggar aturan syariat.
Akad Pembangunan Infrasutruktur Berbasis Syariah
Pembiayaan infrastruktur berbasis syariah dapat menggunakan
beberapa pilihan akad yang tersedia dan memungkinkan untuk diterapkan. Sangat
mungkin juga diantara beberapa akad berikut digabung (multi akad) dengan akad
lain yang memiliki kesamaan sifat dan tidak menimbulkan keraguan jika
diterapkan bersama.
Pemerintah Indonesia sudah mulai menerapkan prinsiip syariah dalam pembiayaan infrastruktur sejak 2008 melalui Surat Berharga Syariah Negara. Proyek yang sudah dibangun melalui skema pembiayaan SBSN menurut Dirjen Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kemenkeu Sampai dengan tahun 2022, nilai total proyek yang dibiayai dari SBSN sebesar Rp175,38 triliun untuk membangun 4.247 proyek yang tersebar di berbagai wilayah tanah air Indonesia. Proyek tersebut diantaranya:
1. Pembangunan proyek jalur kereta api Double-Double Track (DDT) Manggarai – Cikarang, Infrastruktur perkeretaapian Trans Sulawesi Parepare - Makassar, Trans Sumatera, dan Double Track KA selatan Jawa.
2. Pembangunan jembatan Youtefa di Jayapura - Papua, dan jembatan pulau Balang untuk dukungan konektivitas trans Kalimantan.
3. Pembangunan bandar udara, fasilitas pelabuhan, dan penyeberangan di berbagai propinsi dalam rangka dukungan untuk peningkatan konektivitas dan penguatan jalur logistik nasional.
4. Pembangunan berbagai sarana-prasarana pendidikan, baik PTN di lingkungan Kemendikbudristek, maupun PTKIN dan madrasah di lingkungan Kementerian Agama.
Dari beberapa proyek tersebut, sesuai dengan fatwa DSN MUI NO:
69/DSN-MUI/VI/2008 SBSN menggunakan akad sebagai berikut:
1.
Musyarakah
Adalah akad yang memungkinkan beberapa pihak saling
bekerjasama mengumpulkan modal untuk proses pembangunan satu proyek tertentu.
Misalnya untuk membangun infrastruktur senilai 2T, pemerintah meminta bank plat
merah syariah untuk bersama-sama mengumpulkan dana. Setiap pihak akan mendapat
keuntungan sesuai porsi yang dikumpulkan.
2.
Ijarah
Secara Bahasa ijarah berarti sewa atau upah. Artinya pembiayaan
infrastruktur yang menggunakan akad ini akan memberikan biaya sewa atau upah
kepada pemodal atas penggunaan infrastruktur yang sudah dibangun. Skema pembiayaan
ini cocok digunakan untuk infrastruktur bersifat komersil.
3.
Istishna’
Istishna’ merupakan salah satu jenis jual beli yang barang
atau komoditasnya merupakan pesanan dengan spesifikasi khusus dan tidak diproduksi
massal. Pembiayaan infrastruktur memenuhi kriteria untuk menggunakan skema ini
karena asset infrastruktur harus diproduksi secara khusus sesuai spesifikasi yang
diminta oleh pemesan. Keuntungan bagi investor skema ini berupa margin, yaitu
selisih antara biaya pokok dengan nilai proyek.
4.
Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal dan pengusaha/pemilik
proyek yang membutuhkan dana. Dari proyek usaha tersebut pengusaha mendapat
keuntungan yang hasilnya dibagi kepada pemilik modal sebagai imbal Kerjasama,
disebut bagi hasil.
Selain keempat akad tersebut di atas, sukuk negara bisa
diimplementasikan menggunakan akad lain yang sesuai syariah, termasuk menggunakan
multi akad (akad gabungan). Dengan car aini, pembiayaan infrastruktur lebih
aman, cepat, dan memberi manfaat lebih luas kepada banyak pihak sekaligus.
Post a Comment
Post a Comment